JALAN KITA MASIHLAH PANJANG (Sebuah Catatan Refleksi diri dalam aktifitas bersama Pelajar Islam Indonesia)

logo-pelajar-islam-indonesia-pii
memoir-mantan-anggota-pelajar-islam-indonesia


Bismillahirrahmanirrahiim.

Ba'da Tahmid Wa Sholawat
Ijinkan pada kesempatan ini saya mencoba membagikan sedikit catatan sebagai refleksi perjalanan diri dalam aktifitas bersama organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) karena jalan kita masihlah panjang dan estafet harus senantiasa dipersiapkan untuk meneruskan jalan pergerakan.

Pada mulanya saya mengenal PII pada tahun 1993 di Sumenep dengan nama FKRI [Forum Komunikasi Remaja Islam] saat itu saya masih duduk di sekolah lanjutan pertama [SMPN I Sumenep] kelas 3. Dari sekolah lanjutan pertama sampai sekolah menengah atas, kegiatan FKRI ini cukup dikenal serta dirasakan dikalangan pelajar disamping kegiatan OSIS.
Saya awal mula diperkenalkan dengan FKRI ini oleh sepupu saya bernama mbak Nurjannah Diyah Hayati yang kebetulan pada waktu itu adalah salah satu Pengurus Daerah di organisasi FKRI ini. Saya tertarik mengikuti kegiatan FKRI ini salah satu faktornya karena anggotanya terdiri dari orang-orang yang berprestasi, rata-rata merupakan pengurus OSIS dan berasal dari beragam sekolah baik sekolah negeri ataupun sekolah swasta, besar harapan dengan bergabung menjadi anggota bisa menimba ilmu, menambah pengalaman dan tentu saja banyak teman.

Pada saat itu FKRI di Sumenep mempunyai 3 buah Komisariat yaitu Komisariat Kota, Komisariat Diponegoro yang ada di Kota Sumenep dan Komisariat Al Furqon yang ada di Kota Kalianget. Pada mulanya saya mengikuti kegiatan FKRI tingkat umum yakni dengan mengikuti kajian rutin dilaksanakan setiap hari Sabtu malam [malam Ahad] yang bertempat di Komisariat Kota. Karena terdorong oleh rasa ingin tahu yang lebih besar maka sayapun mulai mengagendakan waktu saya untuk mengikuti kegiatan FKRI lainnya. Selang 2 bulan setelah resmi menjadi anggota FKRI, saya mulai mengikuti kegiatan PNWI [Pengkajian Nilai-nilai Wanita Islam] selama 2 hari, sayangnya kesan pada hari pertama pelaksanaan acara tersebut adalah sangat membosankan karena memang pada waktu itu materi yang disampaikan cukup banyakk, padat dan cenderung monoton sehingga pada hari kedua pesertanya banyak berkurang karena banyak yang memilih untuk tidak hadir. Pada waktu itu terus terang sebenarnya saya sendiri juga merasa berat hati untuk hadir lagi akan tetapi dengan kesabarannya mbak diah merayu saya termasuk sampai dijemput ke rumah sehingga akhirnya sayapun hadir. Pada pelaksanaan di hari kedua inilah saya mulai merasa lebih santai dan perlahan mulai dapat memahami materi yang disampaikan mungkin dikarenakan cara pemaparannya yang sistematis dan interaktif sehingga menjadi lebih mudah diikuti dan dipahami. Dan pemandu yang saya senangi pada waktu itu adalah mbak Listiyani Putri, selain orangnya cantik cara penyampaiannya juga  familiar dan informatif. Dari sekian banyak materi yang diberikan ada satu rangkaian kalimat yang telah berhasil membangkitkan semangat saya dan sampai sekarang menjadi salah satu motto hidup saya, kalimat penyemangat itu adalah "Tandang ke Gelanggang Walau hanya Seorang".

Setelah mengikuti kegiatan PNWI inilah saya mulai mengerti bahwa FKRI sebenarnya adalah organisasi PII [Pelajar Islam Indonesia], sebuah organisasi pelajar yang dibubarkan oleh pemerintah atau dalam bahasa ekstrimnya merupakan organisasi pelajar yang dilarang sehingga pada waktu itu kita dibriefing agar sedapat mungkin menutupi identitas diri dengan tetap memakai baju FKRI. Pada saat ada orang luar bertanya [tutup mata dan kunci mulut rapat-rapat serta buka telinga lebar-lebar]. Tentunya doktrin semacam itu bagi kami yang anggota baru menimbulkan rasa kecemasan dan kekhawatiran antara mundur menjadi anggota atau tetap dengan siap sedia menanggung segala resikonya. Terus terang sebenarnya saya sempat down namun dikarenakan dorongan yang kuat dan rasa ingin tahu yang lebih akhirnya bisa mengalahkan segalanya. Saya mulai mencari-cari informasi tentang apa dan bagaimana PII dulu, alhamdulillah informasipun cepat didapat karena kebetulan keluarga besar saya termasuk ayah saya ternyata dulu juga PII, bahkan Paklek saya [sepupu ayah] yang bernama Amar Ma’ruf adalah Pengurus Wilayah Jawa Timur waktu saya masuk PII. Berangkat dari sana semakin bulatlah tekad dan semangat saya untuk tetap bertahan di PII. Keputusan saya tidak berjalan mulus karena ternyata ibu saya pada awalnya tidak mendukung dilandasi  kekhawatiran klasik bahwa sebagai pelajar saya tidak bisa membagi waktu antara organisasi dan sekolah. Ditengah kesangsian itu saya tetap bertahan dan terus mengikuti kegiatan-kegiatan PII karena ayah saya mendorong, menyemangati dan membantu untuk memberi alasan dan meyakinkan ibu saya untuk kegiatan yang membutuhkan waktu yang lama. Satu hal yang selalu saya ingat alasannya karena ayah saya berkeinginan agar kami menjadi anak yang mandiri tidak tergantung kepada orang lain [saya sesaudara 2 perempuan semua], selama ini saya bisa dibilang orang rumahan, kemana-mana dilarang apalagi sampai keluar kota karena saya tidak punya saudara laki-laki yang bisa melindungi saya selain ayah.
Seiring berjalannya waktu saya ditunjuk untuk mengikuti Training BLT [Basic Leadership Training] di Pare Kediri bersama Kak Widartono tahun 1993. Sungguh merupakan pengalaman pertama yang sangat berharga bagi saya. Pada waktu itu baik saya maupun Kak Widartono sama-sama belum pernah lepas dari orang tua, sama-sama belum pernah pergi keluar kota [luar Sumenep] apalagi dengan naik bis tanpa diantar siapapun. Bisa dibayangkan betapa tegangnya kami pada waktu itu, tidak bisa tidur karena takut kelewatan sehingga hampir kepada banyak orang kak widartono kerap bertanya “Apa benar bis ini mau ke terminal Bungurasih Surabaya ??? dengan pertanyaan yang sama, Mengingat semua moment itu membuat saya tersenyum sendiri karena sungguh benar-benar sebuah pengalaman yang berkesan dan menuntut kami untuk mandiri “malu bertanya sesat dijalan”.

Di Training BLT ini pengetahuan sayapun semakin bertambah terutama tentang PII, banyak teman [mbk ani, kak zainul abidin , kak ali ahsan dll], wawasan sayapun mulai bertambah apalagi sejak ikut training PKP [Perkampungan Kerja Pelajar] tahun 1994 di Pare Kediri bersama dengan mbak Sophi Damayanti dan mbak Istifariana. Dengan instruktur pemandu: kak Ridwan, kak Akbar Muzakki, kak Hanif, kak Winarko Ispodin, kak Sudarno Hadi, mbak Muqoni’ah, mbak Vivin, kak Hasyim atas api, Ninis Erawati,Yundarini, Rizal Aminuddin, dsb. Dan temanpun semakin bertambah seperti; kak Ahmad Arifin, mbak Yeni, mbak Marlichah, kak Afifi Rahman, kak Andi Rafsanjani, mbak Risa dsb. Ditraining PKP ini kami digembleng untuk terjun langsung ke tengah masyarakat dan tinggal disana dengan karakter lingkungan yang berbeda serta aliran yang dianutnya. Training PKP ini bisa disamakan seperti KKN [Kuliah Kerja Nyata]. Kebetulan pada waktu itu saya tinggal di sebuah keluarga yang kepala keluarganya bernama Bapak Kamali di Desa Krecek Pare Kediri, beliau tinggal bersama beberapa orang saudara yang berbeda aliran keagamaan [2 orang Muhammadiyah, 2 orang NU, dan 2 orang LDII]. Disinilah saya dan rekan-rekan dituntut untuk lebih banyak belajar terutama mengenai dinamika kehidupan bermasyarakat.
Seusai mengikuti PKP serta seiring berjalannya waktu saya aktif untuk mengikuti kegiatan - kegiatan PII seperti acara KONDA [Konferensi Daerah], mengikuti Training PII lainnya, mengikuti acara HARBA PII, menjadi panitia acara Training BLT di Sumenep dsb. 

Pada akhirnya saya bisa belajar banyak hal dan merasakan banyak manfaatnya sehingga ibu yang semula melarang saya untuk ikut PII menjadi berbalik mendorong saya untuk aktif bahkan menyarankan saya untuk mengikutsertakan adik [Citra Dewi M]. Dukungan penuh dari keluarga terutama Ibu begitu bermakna terutama saat acara training BKK di gedung YPAA Sumenep, pada waktu itu selain sebagai panitia saya juga diberi tanggung jawab untuk menjadi pemandu. Pengurus Wilayah yang datang saat itu adalah Kak Winarko Ispodin dan Kak Dadang [Oktober ‘95]. Saat yang bersamaan ayah saya [Djamal Qodri Hakam] lagi sakit keras yang juga membutuhkan Perhatian saya sebagai tanggungjawab sebagai anak kepada orang tua. Ketika saya memutuskan untuk ijin tidak hadir di acara PII, ayah dan ibu saya melarang keras bahkan semakin meyakinkan saya untuk tidak meninggalkan acara dengan alasan tanggungjawab dan amanat yang telah dipercayakan teman - teman PII jauh lebih besar. Training itupun jadi saya ikuti meski seringkali bolak balik untuk menjenguk Ayah. Sungguh pada hari terakhir acara, saya mendapat susulan dari adik saya yang mengabarkan kalau sakit ayah semakin parah dan beberapa kali beliau mengigau memanggil nama saya. Selang beberapa jam dari itu akhirnya Ayah saya menghembuskan nafas yang terakhirnya. Sungguh ini adalah cobaan berat bagi saya tapi saya yakin bahwa semuanya sudah diatur oleh ALLAH SWT dan Setiap peristiwa yang terjadi pasti ada hikmahnya. 

Kedua orang tua saya terutama ayah senantisa mengajarkan bahwa sebuah perjuangan itu membutuhkan pengorbanan dan jiwa besar untuk melakukannya.


Pengalaman Selama Berkiprah di Kepengurusan Pelajar Islam indonesia (PII)

Secara garis besar perlu saya gambarkan bahwa kondisi PII di Sumenep pada waktu itu bisa dikata lumayan ideal jika dibandingkan dengan kondisi PII di daerah lainnya. Secara Struktural PII di Sumenep telah mempunyai Kepengurusan Daerah, 3 Kepengurusan di tingkat Komisariat dan memiliki 2 binaan Tunas dengan usia 6-12 tahun [laki-laki dibina Brigade dan perempuan dibina PII Wati]. Dan di semua tingkatan kepengurusan ada personilnya meski suatu hal yang wajar bahwa ada yang aktif dan tidak. Program demi program Alhamdulillah bisa tetap berjalan meski menghadapi beberapa kendala diantaranya masalah pengkaderan dan penggalangan dana.

Program dan ikhtiar yang kami lakukan untuk masalah pengkaderan adalah dengan membina anak - anak tunas, mengadakan perlombaan yang melibatkan banyak sekolah, bekerjasama dengan OSIS dalam penyebaran zakat, mengadakan study club gratis untuk semua mata pelajaran, bertindak sebagai pemateri diutamakan anggota sendiri dengan melibatkan Keluarga Besar dan Pengurus yang dianggap mampu dalam bidang study tersebut, kegiatan lainnya adalah tadabbur alam, bakti sosial dan mengikutsertakan anggota dalam training-training PII. 

Untuk saya pribadi, ikhtiar saya lakukan dengan mengikutsertakan keluarga dekat saya terutama adik saya [Citra Dewi Masithah] Yang kemudian berlanjut pada saudara sepupu saya seperti Endang Agustini, Januar Iskandar Ruqqi, Fadilah Hidayati [tunas] dan teman-teman saya.

Sedangkan terkait permasalahan pendanaan selain ada iuran pengurus kami juga menggalang dana dari para donatur baik dari Keluarga Besar maupun simpatisan. Kami juga melakukan kegiatan wirausaha seperti membuat kerajinan tempat pensil dari kain dengan orientasi pelajar [anggota&pengurus] dengan harga yang terjangkau, membuat kue atau makanan lain yang dijual ke anggota, pengurus & Keluarga Besar dengan patungan modal antara komisariat dan daerah. Dimana membuat kuenya bersama, dijual bersama dan keuntunganpun dibagi bersama rata. Dengan begitu, keuntungan dana kita dapat, kerjasama terjalin, komunikasipun berjalan dengan baik dan lancar. 

Ikhtiar dalam hal pendanaan juga kami dapatkan melalui efisiensi dana pada saat kami mengadakan acara atau kegiatan, pengiriman anggota untuk mengikuti training dan juga dengan mengajukan proposal kegiatan yang ditujukan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep yang kebetulan beberapa pejabatnya adalah Keluarga Besar PII.

Dan Alhamdulillah berbagai ikhtiar telah mulai menampakkan hasil meski kami harus menjalaninya dengan sabar dan sungguh - sungguh. Bagaimanapun juga permasalahan intern dan externpun turut mewarnai aktifitas kami selama di PII.

Suatu hal yang perlu kita ingat bahwa dalam melakukan sesuatu harus secara total, sungguh-sungguh dan jangan pernah setengah-setengah, sebab apa yang kita peroleh adalah buah dari segala yang kita usahakan. 

Banyak manfaat yang saya dapatkan dulu di PII, semakin terasa sekarang setelah saya berumah tangga dan hidup bermasyarakat. Apalagi seperti saya, yang ikut suami tinggal di Lumajang dengan lingkungan yang baru dan masyarakat yang lebih majemuk. Dulu saya pernah berjanji dalam hati bahwa mumpung sebelum menikah saya akan total megikuti kegiatan PII dan menimba pengalaman sebanyak-banyaknya dan jika menikah kelak saya tidak aktif lagi, ilmu yang telah saya dapatkan minimal bisa bermanfaat untuk saya pribadi dan keluarga syukur-syukur juga bisa bermanfaat untuk orang lain. Dan selama ini saya orangnya boleh dibilang ngalem [manja] pada siapa saja terutama pada orang yang lebih tua diatas saya. Tapi alhamdulillah sejak saya mendapat gemblengan dari PII sedikit demi sedikit akhirnya saya mulai berubah menjadi lebih mandiri dan lebih bisa mengendalikan diri. Syukurlah saya mendapatkan suami [Badrut Tamam Gaffas] yang juga seorang aktifis [mantan aktifis kampus yang kini lebih banyak aktif di media], suami banyak mendorong dan menyemangati saya untuk terus beraktifitas selama hal itu positif, suami juga yang kemudian menjadikan saya tidak malu dan ragu untuk berbagi dan menuliskan pengalaman ini. Satu hal yang menjadi motivasi bahwa saya harus berusaha melakukan hal dan sesuatu yang bermanfaat untuk memberikan warna ditengah realitas hidup yang penuh dengan warna.

Segelintir pengalaman ini mungkin tidak ada apa-apanya dibanding pengalaman teman-teman PII lainnya…Semoga segelitir pengalaman ini bermanfaat.

Untuk menjadi catatan PII adalah sebuah jalan panjang untuk beraktifitas yang menempa setiap kadernya menjadi kader yang istiqomah dan amanah. Ilmu pengetahuan dan ilmu agama harus bisa dirangkaikan agar bisa bermanfaat untuk diri, keluarga, bangsa dan agama. Dan kita harus berusaha meski kita sadari bahwa hal itu tidak mudah karena memang butuh perjuangan dan pengorbanan.

MARS PII

Pelajar Islam siaplah sedia
Majulah ke muka
Agama kita kembangkan dengan seksama

Putra dan putri
Insyafkan rakyat semua
Dalam memeluk agama
Islam nan jaya

Reff:
Tegak berdiri Pelajar Islam ‘Ndonesia
Dengan sentosa
Putra dan putrinya
Siap membela bangsanya

Bercita-cita Pelajar Islam ‘Ndonesia
Dengan teguhnya
Membina negara jaya Indonesia

KENANGAN LATIHAN

Kenangan indah penuh syahu
Sepekan kita bertemu
Melatih jiwa dan pribadi
Calon pemimpin yang tangguh

Harus kutaati peraturan
Didalam masa bimbingan
Agar lepas dari kecerobohan
Sadarlah wahai engkau kawan

Tibalah kita akan berpisah
Selamat jalan oh…kawan
Semoga Allah meridhoi
Jalan kita masih panjang


Ya Benar...Sungguh Jalan Kita Memang Masihlah Panjang....!!!



(Sebuah Catatan Oleh Badriyah Handayani, Mantan Pengurus PII Sumenep yang saat ini tinggal di Kota Probolinggo - Jawa Timur)
Repost dari revisi dari catatan sebelumnya , 2009 
sumber : http://babadsumenep.blogspot.com)
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url